Wednesday, February 1, 2012
Bibinahu (menuntut ilmu)
Mengenang saat masih belajar di tingkat sekolah dasar, ketika pertama kalinya belajar membaca, menulis, berhitung, menghafal, bernyanyi, berdisiplin, dan melihat dunia dengan kacamata 'pendidikan'. Ingat pertama kali menulis dengan pensil, bukan tulisan yang bagus jika kini kuperhatikan karena masih kusimpan buku tulis itu. Masih banyak kesalahan walau terlihat bekas penghapus dalam kalimat yang pernah ku tulis, membuat senyumku tersungging tipis. Jika ku buka buku gambar, kadang buatku tertawa kecil dan bertanya dalam hati benarkah itu semua pernah ku gambar? Menginjak pertengahan antara kelas 3 ku sudah menggunakan pulpen, masih jelek dan asal bisa dibaca.
Jika ku intip nilai raport, ada rasa bangga karena pernah mendapat ranking walau bukan nomer 1. Selain belajar di sekolah aku juga belajar mengaji di masjid atau rumah ustadzah yang fokus dalam belajar membaca dan menghafal bukan menulis, maklum saat itu belum ada TPA (Taman Pendidikan Alquran) seperti sekarang, dan waktunya ba'da maghrib dan membawa oncor (obor) sebagai penerangan saat pulang. Baru kelas 5 SD ada pembukaan TPA dan aku mulai dari jilid 1 walau saat itu aku sudah bisa membaca Al quran.☺☺☺Kelas 6 aku lulus dengan NEM (Nilai Ebtanas Murni) peringkat kedua dikelas, sehingga untuk masuk SLTP tidaklah terlalu sulit pasti diterima. Ternyata di tingkat SMP banyak sekali mata pelajaranya, dan karena tidak mempunyai buku pelajaran tertentu membuat aku harus banyak menulis, sebuah tantangan yang ku pikir waktu itu. Satu mata pelajaran satu buku tulis, tidak seperti saat SD aku bisa memakai satu buku untuk dua atau tiga mata pelajaran sekaligus (ngirit). Inilah saat aku mulai merasa sulit, hingga prestasiku tidak pernah menembus 10 besar sampai aku di kelas 2. Mungkin aku mulai beradaptasi dengan lingkungan baruku, tidak lupa aku juga masih mengaji hingga khatam Al quran dan kemudian dilanjutkan mengaji kitab fiqih, mathlab, tashrif, akhlak dan lainya. Hingga bangku SLTA aku tak pernah absen dari 10 besar, dan lagi poin tertinggi adalah runner-up. Hingga lulus SMU berakhirlah mimpiku, bangku kuliah bukanlah takdirku lagi bila kulihat perjuangan kedua orang tuaku. Mungkin itulah target maksimal yang kucapai dalam batas kemampuanku atas segala kekuranganku, tak pernah ku kejar apa yang ku inginkan, ku impikan, ku dambakan. Layaknya angin selalu ada mengiringi sahabat-sahabat terbaik. GAIPADA SMUNGU
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment